
Nama :
Hendi Rizaldi
Utusan :
PP Nurul Al-Bab Cisarua
Mata Kuliah :
Tafsir Tematik
Dosen :
KH. Rosyadi
Jenis Tugas :
Resume

·
Tafsir Tahlili merupakan
metode tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan
makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut, Selain itu, ada juga yang
menyebutkan tafsir tahlili adalah tafsir yng mengkaji
ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan
metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi
surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany.
بسم الله الرحمن
الرحيم
·
الم
(1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ
مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ
رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ
عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (6) خَتَمَ
اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ
وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (7) وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللَّهِ
وَبِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ
وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
(9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10)
·
Tafsir
metode tahlili surat Al-Baqarah ayat 1-10 :
ü
Ayat (1) : Alif laam miim, Ayat ini terdiri dari tiga huruf, yaitu alif, lam,
dan mim yang dibaca secara terpisah meski tertulis dalam bentuk satu
kata. Ayat yang terletak di awal surah seperti ini disebut pula dengan huruf
at-tahajji (huruf abjad). Para ahli tafsir
berbeda pendapat tentang ayat-ayat seperti ini. Menurut as-Suyuthi, pendapat
yang tepat adalah bahwa ia termasuk ayat mutasyabih (samar) yang
mengandung rahasia Allah yang hanya diketahui oleh-Nya.
ü
Ayat (2) : Dalam at-Tafsir al-Muyassar, ayat di atas ditafsirkan bahwa inilah
Alquran yang merupakan kitab yang agung. Tak ada keraguan bahwa ia berasal dari
Allah. Tak satu pun dari orang bertakwa yang boleh meragukan penjelasannya.
Orang-orang yang bertakwa bisa mengambil manfaat darinya, baik berupa ilmu yang
bermanfaat dan amal saleh. Mereka itulah orang-orang yang merasa takut kepada
Allah dan rela mengikuti hukum-hukum-Nya.
ü Ayat (3) : Ayat ini merupakan
penjelasan dari ayat sebelumnya tentang siapa yang dimaksud dengan orang yang
bertakwa. Ayat ini lantas menjelaskan bahwa orang-orang yang bertakwa mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut: 1) beriman kepada yang gaib; 2) mendirikan shalat;
dan 3) dan menyumbangkan sebagian rezekinya kepada orang-orang yang berhak.
ü Ayat (4) : Setelah ayat sebelumnya
menyebutkan tiga ciri orang yang bertakwa, ayat ini menyebutkan dua ciri
berikutnya, yaitu (4) meyakini Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dan kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti Taurat,
Injil, dan semua kitab lainnya; (5) dan meyakini kehidupan akhirat yang
mengakhiri kehidupan dunia atau mengakhiri penciptaan.
ü
Ayat (5) : Ayat-ayat sebelumnya
telah menyebutkan lima ciri-ciri orang bertakwa. Selanjutnya pada ayat ini,
orang-orang yang bertakwa disebut sebagai orang-orang yang mendapat petunjuk
dari Tuhan mereka dan sebagai orang-orang yang beruntung. Dengan kata lain,
ayat ini merupakan penegasan tentang ganjaran yang akan diperoleh orang-orang
bertakwa, yaitu petunjuk dari Allah dan keberuntungan.
ü Ayat (6) :
Setelah diuraikan tentang golongan orang
beriman, ayat ini menyebutkan golongan orang kafir. Sekilas ayat di atas menunjukkan
bahwa seolah tidak ada gunanya berdakwah terhadap orang-orang kafir. Toh,
hasilnya tetap sama saja. Diberi dakwah atau tidak, mereka tetap tidak beriman.
Namun, sebenarnya hal itu karena kekafiran yang begitu mendalamlah sehingga
membuat mereka tidak jua sudi beriman. Di samping itu, Allah memang memberikan
hidayah kepadanya.
ü Ayat (7) : Ayat ini merupakan
penjelasan lanjutan mengapa orang-orang kafir sama hasilnya: diberi peringatan
atau tidak, mereka tetap tak jua beriman. Hal itu karena kekafiran mereka sudah
betul-betul kuat dan kokoh. Saking kuat dan kokohnya sehingga seolah Allah
menutup hati mereka. Karena itulah, hidayah pun tak jua sampai ke dalam hati
sanubari mereka. Allah seolah meletakkan suatu penutup di pendengaran mereka
sehingga tidak bisa mendengar ayat-ayat Allah, serta janji dan ancaman-Nya.
Petunjuk-petunjuk kebenaran tidak berpengaruh ke dalam hati mereka.
ü Ayat (8) : Setelah sebelumnya
disebutkan penjelasan tentang golongan beriman dan kafir, ayat ini menyebutkan
tentang golongan ketiga manusia, yaitu golongan orang munafik. Hal itu selaras
dengan penjelasan Imam al-Khazin, bahwa ayat ini memang diturunkan untuk
orang-orang munafik, seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, Ma’tab bin Qusyair,
Jad bin Qais, dan lain-lain. Secara verbal, mereka menyatakan keislaman mereka
agar mereka selamat dari Nabi Muhammad dan para sahabat. Namun sebenarnya
mereka merahasiakan kekafiran mereka. Kebanyakan mereka berasal dari kalangan
Yahudi. Sifat orang munafik bisa dikenali dari sikap mereka yang tidak
konsisten. Mereka menyatakan Islam, namun hati mereka mengingkari Islam. Pagi
hari mereka menyatakan suatu sikap tertentu, tapi di sore hari mereka menyatakan
sikap yang berbeda.
ü Ayat (9) : Ayat ini merupakan
lanjutan penjelasan tentang jati diri orang-orang munafik. Ungkapan “mereka
hendak menipu Allah” tentu saja bukan makna yang sebenarnya, karena Allah pasti
Maha Mengetahui dan Kuasa. Allah tidak akan bisa ditipu oleh siapapun. Di dalam
tafsir al-Qurthubi, ungkapan tersebut ditafsirkan, bahwa “mereka menipu Allah
menurut pandangan atau dugaan mereka saja.” Karena itulah, ungkapan
tersebut dilanjutkan dengan ungkapan berikutnya: “mereka hanyalah menipu diri
sendiri.”
ü Ayat (10) : Ayat ini menjelaskan
penyebab orang-orang termasuk golongan munafik. Hal itu karena di dalam hati
mereka terdapat penyakit, syak wasangka dan iri hati. Sakit terbagi dua macam,
sakit fisik dan sakit psikis. Secara denotatif (hakiki), sakit fisik terdapat
di anggota badan yang mengakibatkan seseorang tidak mampu melakukan berbagai
perbuatan sebagaimana biasanya. Sedangkan secara konotatif (majazi), sakit
psikis terdapat di dalam hati seseorang sehingga mengurangi kesempurnaan
perbuatannya, seperti kebodohan, jeleknya akidah, dengki, pemarah, suka
maksiat, dan lain-lain. Penyakit-penyakit hati ini bisa mencegah seseorang
untuk bisa meraih keutamaan hidup, atau menghalanginya dalam mencapai kehidupan
hakiki yang abadi. Ayat di atas mengandung pengertian sakit, baik secara fisik
maupun psikis sekaligus. Namun mayoritas ulama menafsirkannya sebagai sakit
secara psikis.
·
Syarat-syarat seseorang
diperbolehkan dalam mentafsirkan Al-Qur’an, yaitu harus menguasai :
1)
Ilmu lughoh
2)
Nahwu
3)
Tashrif
4)
Isytiqoq
5)
Ma’ani
6)
Bayan
7)
Badi’
8)
Ilmu Qiroat
9)
Ushuluddin
10)
Ushul Fiqih
11)
Asbabun Nuzul dan
Kisah-kisah
12)
Nasikh Mansukh
13)
Fiqih
14)
Hadits-hadits Mubayyan
15)
Ilmu Mauhibah (pemberian
dari Allah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar