KALENDER HIJRIAH

Siapa Cemerlang Pada Permulaan, Cemerlang Pula Pada Kesudahan (Ibn 'Athaillah, Al-Hikam)

Kamis, 19 Oktober 2017

Resume minggu ke-14_refleksi_Elan JS_Kec. Tajur Halang



Tanggal Penyerahan Resume : 21 Oktober 2017
Nama                                       : Elan Jaelani Sidiq, S.Pd.I
Utusan                                     : MUI Kec. Tajur Halang
Kelompok                               : 3 (Tiga)
Jenis Tugas                              : Refleksi Minggu ke-14
Tanggal Materi                        : 14 Oktober 2017


KEBIASAANKU KARAKTERKU
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”
            Hadits diatas mengingatkan sekaligus mengajarkan kepada kita, betapa pentingnya penanaman akhlak, akhlak merupakan sesuatu yang sangat penting bahkan akhlak menjadi identitas dan jati diri seseorang. Pada saat ini pendidikan akhlak sangat ramai digalakkan baik dilingkungan sekolah, masyarakat, ataupun lembaga pendidikan lainnya. Pada perkembangan selanjutnya pendidikan akhlak ini sering disebut juga dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter tidak bisa serta merta begitu saja terwujud. Akan tetapi, pendidikan karakter membutuhkan proses yang panjang dan berkesinambungan.
Pada lingkungan pendidikan yang merupakan tempat manusia untuk menjadi insan pembelajar. Pada realitas kehidupan sehari-hari banyak manusia yang menghabiskan waktu untuk berbagai macam aktivitas. tidak  hanya di tempat kerja, sekolah, namun juga di rumah dan di masyarakat sebagai warga Negara Indonesia dan dunia.  Sebagai contoh pada pendidikan  formal  seperti sekolah, guru  merupakan orang  yang  memiliki peran sangat penting dalam pembentukan karakter siswa.  Nilai-nilai karakter ini antara lain meliputi: nilai-nilai spiritual, kedisiplinan, keberanian,  kejujuran,  tanggungjawab, santun pada  orang  lain.  Siswa  yang berkarakter seperti ini akan dapat meningkatkan prestasi, harkat, derajat dan martabat bangsa.
            Apa itu karakter?
Menurut  kamus  bahasa  Indonesia  karakter  diartikan sebuah  tabiat,  watak,  sifat–sifat  kejiwaan,  akhlak  atau  budi  pekerti  yang membedakan  seseorang  dari  orang  lain.  Karakter  merupakan  nilai-nilai  perilaku manusia  yang  berhubungan  dengan  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  diri  sendiri,  sesama manusia,  lingkungan  dan  kebangsaan  yang  terwujud  dalam  pikiran,  sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.  Karakter merupakan sifat kejiwaan, akhlak  atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.
Pendidikan  karakter  yang  utuh  dan  menyeluruh  tidak  hanya  membentuk manusia  menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk menjadi  pelaku  bagi  perubahan  dalam  hidupnya  sendiri,  yang  akhirnya  akan menyumbangkan perubahan kearah yang lebi baik dalam  tatanan  sosial  kemasyarakatan. Pendidikan  karakter  adalah  suatu  sistem  penanaman  nilai-nilai  karakter kepada  warga  sekolah  yang  meliputi  sikap,  pengetahuan, dan keterampilan  untuk  melaksanakan  nilai-nilai,  baik  terhadap Tuhan  Yang  Maha  Esa,  diri  sendiri,  sesama,  lingkungan,  maupun kebangsaan  sehingga  menjadi  manusia paripurna.   Pendidikan  karakter di  sekolah,  semua  komponen  harus  dilibatkan,  termasuk komponen-komponen  pendidikan  itu  sendiri,  yaitu  isi  kurikulum,  proses pembelajaran  dan  penilaian,  kualitas  hubungan,  penanganan  atau  pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Oleh  karena  itu,  pendidikan  karakter  dapat  diintegrasikan  dalam pembelajaran  pada  setiap  mata  pelajaran.  Materi  pembelajaran  yang  berkaitan dengan  norma  atau  nilai-nilai  pada  setiap  mata  pelajaran  perlu  dikembangkan dan dikaitkan dengan realita kehidupan sehari -hari. Dengan demikian pembelajaran  nilai-nilai  karakter  akan menyeluruh meliputi sikap,  pengetahuan, dan keterampilan  sehingga akan terus member manfaat di masyarakat.
Pendidikan  karakter  di  sekolah  sangat  terkait  dengan  manajemen  atau pengelolaan  sekolah.  Pengelolaan  yang  dimaksud  adalah  bagaimana  pendidikan karakter  direncanakan,  dilaksanakan,  dan  dievaluasi dalam  kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan melalui nilai-nilai  yang  ditanamkan,  muatan  kurikulum,  pembelajaran,  penilaian, pendidik  dan  tenaga  kependidikan,  dan  komponen  terkait  lainnya.
Wallahu’alam bi Shawab
 


Resume minggu ke-14_Bidayatul Mujtahid Bab Shalat jum'at_Elan JS_Kec. Tajur Halang



Tanggal Penyerahan Resume : 21 Oktober 2017
Nama                                       : Elan Jaelani Sidiq, S.Pd.I
Utusan                                     : MUI Kec. Tajur Halang
Kelompok                               : 3 (Tiga)
Mata Kuliah                            : Bidayatul Mujtahid
Dosen                                      : DR. (HC) KH. Makmur Jawawi
Jenis Tugas                              : Resume
Tanggal Materi                        : 14 Oktober 2017


BAB SHALAT JUM’AT

الْبَابُ الثَّالِثُ مِنَ الْجُمْلَةِ الثَّالِثَةِ في حكم الصلاة
الْفَصْلُ الْأَوَّلُ فِي وُجُوبِ الْجُمُعَةِ وَمَنْ تَجِبُ عَلَيْهِ
الْبَابُ الثَّالِثُ مِنَ الْجُمْلَةِ الثَّالِثَةِ.
وَالْكَلَامُ الْمُحِيطُ بِقَوَاعِدِ هَذَا الْبَابِ مُنْحَصِرٌ فِي أَرْبَعَةِ فُصُولٍ:
الْفَصْلُ الْأَوَّلُ: فِي وُجُوبِ الْجُمُعَةِ وَعَلَى مَنْ تَجِبُ.
الثَّانِي: فِي شُرُوطِ الْجُمُعَةِ.
الثَّالِثُ: فِي أَرْكَانِ الْجُمُعَةِ.
الرَّابِعُ: فِي أَحْكَامِ الْجُمُعَةِ.
الْفَصْلُ الْأَوَّلُ
فِي وُجُوبِ الْجُمُعَةِ وَمَنْ تَجِبُ عَلَيْهِ - أَمَّاوُجُوبُ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ عَلَى الْأَعْيَانِ فَهُوَ الَّذِي عَلَيْهِ الْجُمْهُورُ لِكَوْنِهَا بَدَلًا مِنْ وَاجِبٍ وَهُوَ الظُّهْرُ، وَلِظَاهِرِ قَوْله تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ) الجمعة: 9(



 وَالْأَمْرُ عَلَى الْوُجُوبِ، وَلِقَوْلِهِ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ -: - «لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ» وَذَهَبَ قَوْمٌ إِلَى أَنَّهَا مِنْ فُرُوضِ الْكِفَايَة.
وَعَنْ مَالِكٍ رِوَايَةٌ شَاذَّةٌ أَنَّهَا سُنَّةٌ
وَالسَّبَبُ فِي هَذَا الِاخْتِلَافِ: تَشْبِيهُهَا بِصَلَاةِ الْعِيدِ لِقَوْلِهِ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ -: - «إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ عِيدًا» وَأَمَّا عَلَى مَنْ تَجِبُ فَعَلَى مَنْ وُجِدَتْ فِيهِ شُرُوطُ وُجُوبِ الصَّلَاةِ الْمُتَقَدِّمَةُ وَوُجِدَ فِيهَا زَائِدًا عَلَيْهَا أَرْبَعَةُ شُرُوطٍ اثْنَانِ بِاتِّفَاقٍ وَاثْنَانِ مُخْتَلَفٌ فِيهِمَا.
أَمَّا الْمُتَّفَقُ عَلَيْهِمَا، فَالذُّكُورَةُ، وَالصِّحَّةُ، فَلَا تَجِبُ عَلَى امْرَأَةٍ، وَلَا عَلَى مَرِيضٍ بِاتِّفَاقٍ، وَلَكِنْ إِنْ حَضَرُوا كَانُوا مِنْ أَهْلِ الْجُمُعَةِ، وَأَمَّا الْمُخْتَلَفُ فِيهِمَا: الْمُسَافِرُ وَالْعَبْدُ، فَالْجُمْهُورُ عَلَى أَنَّهُ لَا تَجِبُ عَلَيْهِمَا الْجُمُعَةُ، وَدَاوُدُ وَأَصْحَابُهُ عَلَى أَنَّهُ تَجِبُ عَلَيْهِمَا الْجُمُعَةُ.
وَسَبَبُ اخْتِلَافِهِمِ اخْتِلَافُهُمْ فِي صِحَّةِ الْأَثَرِ الْوَارِدِ فِي ذَلِكَ، وَهُوَ قَوْلُهُ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ -: - «الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً: عَبْدٌ مَمْلُوكٌ. أَوِ امْرَأَةٌ. أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ " وَفِي أُخْرَى " إِلَّا خَمْسَةٌ " وَفِيهِ " أَوْ مُسَافِرٌ» وَالْحَدِيثُ لَمْ يَصِحَّ عِنْدَ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ.
[الْفَصْلُ الثَّانِي فِي شُرُوطِ الْجُمُعَةِ]
وَأَمَّا شُرُوطُ الْجُمُعَةِ: فَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهَا شُرُوطُ الصَّلَاةِ الْمَفْرُوضَةِ بِعَيْنِهَا (أَعْنِي الثَّمَانِيَةَ الْمُتَقَدِّمَةَ) مَا عَدَا الْوَقْتَ وَالْأَذَانَ، فَإِنَّهُمُ اخْتَلَفُوا فِيهِمَا، وَكَذَلِكَ اخْتَلَفُوا فِي شُرُوطِهَا الْمُخْتَصَّةِ بِهَا. أَمَّا الْوَقْتُ فَإِنَّ الْجُمْهُورَ عَلَى أَنَّ وَقْتَهَا وَقْتُ الظُّهْرِ بِعَيْنِهِ (أَعْنِي وَقْتَ الزَّوَالِ، وَأَنَّهَا لَا تَجُوزُ قَبْلَ الزَّوَالِ) وَذَهَبَ قَوْمٌ إِلَى أَنَّهُ يَجُوزُ أَنْ تُصَلَّى قَبْلَ الزَّوَالِ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ.
وَالسَّبَبُ فِي هَذَا الِاخْتِلَاف الِاخْتِلَافُ فِي مَفْهُومِ الْآثَارِ الْوَارِدَةِ فِي تَعْجِيلِ الْجُمُعَةِ مِثْلَ مَا خَرَّجَهُ الْبُخَارِيُّ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّهُ قَالَ: «مَا كُنَّا نَتَغَدَّى عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَلَا نُقِيلُ إِلَّا بَعْدَ الْجُمُعَةِ» .


TERJEMAH
(mohon sarannya untuk perbaikan dalam menerjemahkannya)

Bab ketiga dari pembahasan ketiga yaitu hukum sholat
Bab pertama tentang kewajiban shalat Jum’at dan orang-orang yang wajib melaksanakannya.
Bab kedua dari tiga pembahasan.
Pembahasan seputar tatacara bab ini diringkas menjadi empat bagian, yaitu:
Bagian kesatu: Kewajiban shalat Jum’at atas orang-orang yang berkewajiban melaksanakannya.
Kedua: Syarat shalat Jum’at.
Ketiga: Rukun shalat Jum’at.
Keempat: Hukum shalat Jum’at.
               Pembahasan bagian kesatu:
               Shalat Jum’at dan siapa pun yang berkewajiban melakukannya. Adapun kewajiban sholat Jum’at disepakati oleh mayoritas ulama, sebagai pengganti dari shalat Dzuhur. Hal ini terlihat dalam firman Allah SWT:
               “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumu’ah ayat 9)
               Perintah disini menunjukkan atas wajibnya shalat Jum’at. Sebagaimana Sabda Nabi Saw: "untuk mengundang mereka dan menyeru untuk melaksanakan shalat Jum’at, ataukah Allah telah mengunci hati-hati mereka”. Dan sebagian kaum pergi sebagai tanda dari hukum fardhu kifayah.
               Dari Imam Malik meriwayatkan (riwayat yang syad) sesungguhnya shlat Jum’at itu sunnah.
               Alasan perbedaan ini adalah bahwa hal itu adalah:  perumpamaannya dengan shalat ‘ied, sebagaiman sabda Nabi Saw. “Sesungguhnya ini adalah hari dimana Allah telah menjadikannya hari raya”. Adapun atas seseorang yang wajib melaksanakan shalat jum’at. Seseorang yang telah diwajibkan karena telah memenuhi syarat-syarat shalat Jum’at. Adapun orang-orang yang wajib melaksanakan shalat Jum’at  terdapat 4 (empat) syarat, yang 2 (dua) disepakati oleh para Ulama sedangkan yang 2 (dua) lagi terdapat penbedaan pendapat.
               Adapun yang disepakati oleh para ulama yaitu: laki-laki, dan sehat. Maka tidak wajib shalat Jum’at untuk prempuan, dan orang yang sakit (sakit berat). Untuk mereka wajib menghadiri (melaksanakan shalat Jum’at). Adapun 2 (dua) hal lain yang terdapat perbedaan dikalangan Ulama adalah: musafir (orang yang dalam perjalanan) dan hamba sahaya. Maka jumhur Ulama sepakat bagi dua golongan ini tidak diwajibkan untuk shalat Jum’at, sedangkan abu Daud Adh-Dhahiri dan sahbatnya sepakat bagi dua golongan ini tetap wajib shalat Jum’at.
               Sebab perbedaan pendapat tersebut, perbedaan Ulama dalam mentafsirkan sehat yang terdapat dalm sebuah atsar. Nabi Saw bersabda: Shalat Jum’at adalah hak dan kewajiban atas setiap Muslim kecuali empat golongan: Abdul Mamluk (hamba sahaya), prempuan, anak kecil, dan orang sakit "dan dalam hadits yang lain disebutkan: atau seorang musafir (orang yang sedang dalam perjalanan) akan tetapi Hadits ini tidak syah menurut mayoritas Ulama.

Bab ke-2 pembahsan syarat-syarat shalat Jum’at
               Adapun syarat-syarat shalat Jum’at: Ulama sepakat bahwa syarat shalat jum’at adalah suatu fardhu yang ditentukan. (yaitu, delapan hal yang terdahulu). kecuali untuk waktu dan adzan. Maka terdapat perbedaan Ulama di dalam menentukan syarat-syarat shalat Jum’at. Adapun waktu shalat Jum’at, Ulama sepakat shalat Jum’at  dilaksanakan pada waktu shalat Dzuhur yaitu (pada waktu tergelincirnya matahari, sedangkan waktu sebelum tergelincirnya matahari tidak diperbolehkan untuk shalat) dan sebagian kaum berpendapat boleh melaksanakan shalat sebelum matahai tergelincir, pendapat ini menurut Iman Ahmad bin Hanbal.
               Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan dalam memahami atsar yang dijadikan dalil shalat Jum’at, seperti Hadits yang dikeluarkan (diriwayatkan) Imam Bukhari dari Hahl bin Sa’ad, berkata: Apa yang biasa kita makan bersama Rasulullah Saw dan tidak dihilangkan kecuali sampai setelah shalat Jum’at.
Wallahu’alam bi shawab.