KALENDER HIJRIAH

Siapa Cemerlang Pada Permulaan, Cemerlang Pula Pada Kesudahan (Ibn 'Athaillah, Al-Hikam)

Jumat, 29 September 2017

Materi 3_Ilmu_Tasawwuf



Materi 2_Ilmu_Hadits




Materi !_Stadium_General



Refleksi_Minggu ke-11_Elan JS

Tanggal Penyerahan Resume : 30 September 2017
Nama                                       : Elan Jaelani Sidiq, S.Pd.I
Utusan                                     : MUI Kec. Tajur Halang
Kelompok                               : 3 (Tiga)
Jenis Tugas                              : Refleksi Minggu ke-11

Tanggal Materi                        : 23 September 2017

Pentingnya Mendidik Anak

Anak adalah karunia Allah Yang Maha Kuasa yang harus disyukuri. Ia merupakan penerus garis keturunan yang dapat melestarikan pahala bagi orang tua sekalipun orang tuanya telah meninggal dunia. Ia adalah amanah Allah yang wajib ditangani secara benar. Konsekuensi dari amanah orang tua dituntut untuk memberikan perhatian dan mencurahkan kasih sayangnya kepada sang buah hati dengan penuh kesungguhan, baik yang berupa material ataupun immaterial. Semua anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika orang tuanya memberikan perhatian yang positif dan sebaliknya anak yang tidak diberikan perhatian akan tumbuh dan berkembang tidak baik.
Anak-anak hari ini adalah orang dewasa di masa yang akan datang. Mereka akan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang cukup besar sebagaimana layaknya dalam kehidupan orang-orang dewasa pada umumnya. Bagaimana keadaan orang dewasa pada umumnya tergantung kepada sikap dan penerimaan serta perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya pada saat sekarang, oleh karena itu, merupakan bahan kesadaran yang cukup baik pada sementara orang dewasa untuk memperhatikan apa yang mereka berikan kepada anak-anaknya. Sesuatu yang diberikan kepada anak tentu akan memberikan hasil yang cukup menggembirakan jika permasalahan hubungan dan cara serta perasaan tanggung jawabnya tidak diabaikan dalam keadaan  (kegiatan) tersebut. Dalam persepektif hadits setiap anak yang terlahir kedunia adalah dalam keadaan suci, sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?

Berdasarkan hadits tersebut, dijelaskan bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah, adapun  baik buruknya perilaku seorang anak tergantung bagaimana orang tua mendidiknya. Karena pada periode-periode awal kehidupannya anak akan menerima arahan dari orang tuanya, maka tanggung jawab untuk mengarahkan pada kebaikan ada pada pundak orang tua. Sebab periode-periode awal dari kehidupan anak merupakan periode yang paling penting.
Di dalam diri seorang anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak anak yang paling mendasar adalah hak untuk hidup. Adapun hak anak secara universal telah ditetapkan melalui Sidang umum PBB pada tanggal 20 Nopember 1959, dengan memproklamasikan Deklarasi Hak-hak Anak. Dengan deklarasi tersebut, diharapkan semua pihak baik individu, orang tua, organsasi sosial, pemerintah, dan masyarakat mengakui hak-hak anak tersebut dan mendorong semua upaya untuk memenuhinya. Semoga kita sebagai orang tua mampu mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, yang menjadi penyebuk mata dan mengirimkan do’a di saat kita sudah tiada. Aamiin.

Studium General Minggu ke-11_Elan JS

Tanggal Penyerahan Resume : 30 September 2017
Nama                                       : Elan Jaelani Sidiq, S.Pd.I
Utusan                                     : MUI Kec. Tajur Halang
Kelompok                               : 3 (Tiga)
Mata Kuliah                            : Stadium General
Dosen                                      : Prof. Dr. KH. Didin Hafidudin, M.Sc
Jenis Tugas                              : Resume

Tanggal Materi                        : 23 September 2017
PERAN ULAMA DALAM MENJAGA KEUTUHAN NKRI
Pengertian Ulama :
Ulama adalah seseorang atau sekelompok orang 'Alim yang memiliki ilmu pengetahuan Agama Islam yang mendalam (mutafiqqih fid dien) tempat bertanya umat tentang berbagai  persoalan agama dan kehidupan. QS. At-Taubah [9] ayat 122, QS. At-Taubah [9]: 122, QS. Fathir [35]: 28

Diantara Tugas Ulama :
Melaksanakan  tugas amar makruf nahyi munkar. Mengajak, mempelopori dan memberi contoh  hidup yang baik yang  sejalan dengan ketentuan agama  pada segenap masyarakat termasuk mengajak umat dan bangsa untuk selalu mencintai dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ulama-ulama yang berjasa terhadap NKRI:
Jenderal Soedirman,  KH.  Ahmad Sanusi, Ki  Bagus Hadi Kusumo,  KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, KH. Soleh Iskandar, KH. Nur Alie Bekasi, KH. Khoer Affandy Tasikmalaya,  dan KH. Zainul Mustofa,  KH. Masykur, Buya Hamka, Moh. Natsir, Prof. Dr. Kasman Singodimejo, Mr. Moch. Roem,  KH. Hasan Bangil, Mr. Syafruddin Prawiranegara, Bung Tomo, dll.

Peran Ulama mempertahankan dan membangun NKRI dari hal-hal yang merusaknya diantaranya:
1.      Sekularisme yaitu paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. (QS. Al-Baqarah [2]: 201).
2.      Pluralisme yaitu paham yang menyamakan semua perbedaan itu tidak ada, termasuk tidak ada perbedaan kebenaran agama, yang ada justru persamaan semua agama. (Ali Imran [3]: 19)
3.      Liberalisme yaitu mendahulukan akal ketimbang wahyu. Artinya wahyu Allah SWT (Al-Qur’an) akan bisa dijadikan sebagai pegangan manakala tidak bertentangan dengan akal. (QS. Ar-Rahman [55] ayat 1 sd 4).
4.      Radikalisme agama yaitu paham yang hanya melihat sebagian saja dari isi kitab suci seperti perintah memerangi orang kafir sambil mengabaikan ayat yang lain, yang memerintahkan umat Islam untuk berkasih sayang dengan sesama umat manusia, walaupun berbeda agama.
5.      Komunisme (PKI)  adalah ajaran kemasyarakatan (komunal)  yang berlandaskan pada ateisme/anti tuhan (dalam pengakuannya). Ajaran ini sangat membahayakan umat beragama, terutama umat Islam. PKI melakukan pemberontakan tahun 1948 dan 1965. 
6.      Paham-paham keagamaan yang sangat membahayakan NKRI dan ahli sunnah wal jamaah (ASWAJA), seperti Syi’ah yang selalu berorientasi pada kekuasaan, seperti terjadi di berbagai Negara.
(QS. An-Nisa [4] ayat 59) 

Resume tawawuf_Minggu ke-11_Elan JS

Tanggal Penyerahan Resume : 30 September 2017
Nama                                       : Elan Jaelani Sidiq, S.Pd.I
Utusan                                     : MUI Kec. Tajur Halang
Kelompok                               : 3 (Tiga)
Mata Kuliah                            : Tasawuf
Dosen                                      : Drs. KH. Husnuddin
Jenis Tugas                              : Resume

Tanggal Materi                        : 24 September 2017
Tasawuf
(Kitab al-Hikam)
Ridho dengan Nafsu adalah pangkal kemaksiatan
أَصْلُ كلُّ مَعصِيَّةٍوَغَفلةٍ وَشَهْوَةٍ الرِّضاَ عَنِ النفْسِ، واصْلُ كُلِّ طَاعةٍ وَيَقَظَةٍ وَعفَةٍ عَدَمُ الرِّضاَ مِنْكَ عَنْهاَ
Artinya:
Pokok /sumber dari semua maksiat, kelalaian dan syahwat itu, karena ingin memuaskan (ridho dengan)hawa nafsu. Sedangkan pokok/sumber segala ketaatan, kesadaran dan moral [budi pekerti], ialah karena adanya pengendalian terhadap hawa nafsu." 

ولاَنْ تصْحبَ جاهِلاً لاَيَرْضىَ عَن نَفسِهِ خيرٌ لكَ مِن اَن تصْحَبَ عَالِماً يَرْضىَ عَنْ نَفسِهِ  فَاَيُّ عِلمٍ لعاَلِمٍ يَرْضىَ عن نفسهِ  وَايُّ جَهْلٍ لِجاَهِلٍ لا يَرضىَ عن نفسهِ
Artinya:
"Dan sekiranya engkau bersahabat dengan orang bodoh yang tidak menurutkan hawa nafsunya, itu lebih baik dari pada bersahabat dengan orang berilmu [orang alim] yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Maka ilmu apakah yang dapat diberikan bagi seorang alim yang selalu menurutkan hawa nafsunya itu, sebaliknya kebodohan apakah yang dapat disebutkan bagi seorang yang sudah dapat menahan hawa nafsunya."
Jangan Mengadu Kepada Selain Allah
لاَ تـَرْفَعَنَّ اِلىَ غيرِهِ حاَجَةً هُوَ مُورِدُهاَ عَليْكَ فكَيْفَ يَرْفَعُ غيرَهُ ماكانَ هُوَ لهُ واضِعاً مَنْ لاَيَسْتَطِيعُ ان يَرْفَعَ حاَجةً عن نَفْسِهِ فَكيْفَ يَسْتَطِيعُ اَنْ يَكونَ لهاَ عَن غيرِهِ راَفِعاً 
Artinya:
“Jangan mengadu dan meminta sesuatu kebutuhan/hajat selain kepada Allah, sebab Ia sendiri yang memberi dan menurunkan kebutuhan itu kepadamu. Maka bagaimanakah sesuatu selain Allah akan dapat menyingkirkan sesuatu yang diletakkan oleh Allah. Barangsiapa yang tidak dapat menyingkirkan bencana yang menimpa dirinya sendiri, maka bagaimanakah ia akan dapat menyingkirkan bencana yang ada pada orang lain." 

Aneh & Ajaib
الْعَجَبُ كُلُّ العًَجَبِ مِمّاَ لاَ انْفِكاَكَ لهُ عَنْهُ وَيَطلُبُ ما لاَ بَقاَءَ لهُ مَعَهُ فاِنـّهَاَ لاَ تَعْمَى الاَبْصَارُ وَلٰكِنْ تَعمىَ الْقُلوْبُ الَّتىِ فِى الصُّدُورِ 
Artinya:
"Keanehan yang sangat mengherankan [ajaib] terhadap orang yang lari dari Allah  yang sangat dibutuhkan, dan tidak dapat lepas dari padanya.  dan berusaha mencari apa yang tidak akan kekal padanya. Sesungguhnya bukan mata kepala yang buta, tetapi yang buta ialah mata hati yang di dalam dada."

Husnudhon Terhadap Allah
اِن لَمْ تُحْسِنْ ظَنـَّكَ بِهِ لاَجْلِ حُسنِ وَصْفِهِ فَحَسِّنْ ظَنـَّكَ بهِ لِوُجوُدِ مُعَامَلتِهِ مَعَكَ فَهَلْ عَوَّدَكَ الاَّ حَسَناً اَسدىَ اِليكَ الاَّ مَنَناً
Artinya:
“Jika engkau tidak bisa berbaik sangka [husnud-dhon] terhadap Allah Ta'ala karena sifat-sifat Allah yang baik itu, berbaik sangkalah kepada Allah karena karunia pemberian-Nya kepadamu. Tidakkah selalu ia memberi nikmat dan karunia-Nya kepadamu?" 
رُبَّمَا كُنْتَ مُسِيـْءـاً فأراكَ الاِحْساَنَ مِنْكَ صُحْبَتَكَ كمن هُوَ اَسْوَءُ حالاًمِنْكَ
Artinya:
"Terkadang engkau berbuat kekeliruan [dosa], maka ditampakkan kepadamu sebagai kebaikan, oleh karena persahabatanmu kepada orang yang jauh lebih rendah akhlaknya [Iman] dari padamu."

Kedudukan Amal, Ahwal Dan Maqom Inzal
حُسْنُ الاَعماَلِ نَتَاءِجُ حُسْنِ الاَحوالِ وَحُسنُ الاَحوَالِ منَ التـَّحَققِ فىِ  مقاَماَتِ الاِنْزالِ 
Artinya:
“Baiknya amal perbuatan itu, sebagai hasil dari baiknya Ahwal, dan baiknya Ahwal itu sebagai hasil dari kesungguhan istiqamah pada maqom inzaal( apa yang diperintah oleh Allah." 

Jangan Meninggalkan Dzikir
لاَتتـْرُكِ الذِكْرَ لِعَدَمِ حُضوُرِكَ مَعَ اللهِ فيهِ لاَنَّ غفلَتَكَ عن وُجُودِ ذِكرِهِ أَشَدُّ من غَفلَتِكَ فى وُجوُدِ ذِكرِهِ فعَساَهُ أَنْ يَرْفَعَكَ من ذِكرٍ مع وجودِغَفلَةٍ إلى ذِكرٍ معَ وُجودِ يَقظةٍ ، ومن ذكرٍ معَ وُجودِ يَقظةٍ إلى ذِكرٍ معَ وُجودِ حُضوُرٍ، ومن ذكرٍ معَ وُجودِ حُضوُرٍ إلى ذِكرٍ معَ وُجودِ غـَيْبَةٍ عمَّا سِوىَ المَذكـُورِ وَماَ ذٰلكَ على اللهِ بِعَزِيزِ

Artinya:
“Jangan meninggalkan dzikir, karena engkau belum bisa selalu ingat kepada Allah di waktu berdzikir, sebab kelalaianmu terhadap Allah ketika tidak berdzikir itu lebih berbahaya dari pada kelalaianmu terhadap Allah ketika kamu berdzikir." Semoga Allah menaikkan derajatmu dari dzikir dengan kelalaian, kepada dzikir yang disertai ingat terhadap Allah, kemudian naik pula dari dzikir dengan kesadaran ingat, kepada dzikir yang disertai rasa hadir, dan dari dzikir yang disertai rasa hadir kepada dzikir hingga lupa terhadap segala sesuatu selain Allah. Dan yang demikian itu bagi Allah tidak berat (tidak sulit)



Resume Hadits Tematik_Elan JS

Tanggal Penyerahan Resume : 30 September 2017
Nama                                       : Elan Jaelani Sidiq, S.Pd.I
Utusan                                     : MUI Kec. Tajur Halang
Kelompok                               : 3 (Tiga)
Mata Kuliah                            : Hadits Tematik
Dosen                                      : KH. A. Sanusi Azhari
Jenis Tugas                              : Resume

Tanggal Materi                        : 23 September 2017
HADITS TEMATIK : KEUTAMAAN DZIKIR
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِي قَالُوا يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ هَلْ رَأَوْنِي قَالَ فَيَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ فَيَقُولُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيدًا وَتَحْمِيدًا وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيحًا قَالَ يَقُولُ فَمَا يَسْأَلُونِي قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُونَ قَالَ يَقُولُونَ مِنَ النَّارِ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمُ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ
Artinya:
“Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di jalan-jalan mencari Ahli Dzikir. Jika mereka telah mendapatkan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, mereka duduk bersama dengan orang-orang yang berdzikir. Mereka saling mengajak: ‘Kemarilah kepada hajat kamu’. Maka para malaikat mengelilingi orang-orang yang berdzikir dengan sayap mereka sehingga langit dunia. Kemudian Allah Azza wa Jalla bertanya kepada mereka, sedangkan Dia lebih mengetahui daripada mereka, ’Apa yang diucapkan oleh hamba-hambaKu?’ Para malaikat menjawab, ’Mereka mensucikan-Mu (mengucapkan tasbih: Subhanallah), mereka membesarkanMu (mengucapkan takbir: Allah Akbar), mereka memujiMu (mengucapkan Alhamdulillah), mereka mengagungkan-Mu’. Allah bertanya, ’Apakah mereka melihatKu?’ Mereka menjawab,’Tidak, demi Alah, mereka tidak melihatMu’. Allah berkata,’Bagaimana seandainya mereka melihatKu?’ Mereka menjawab,’Seandainya mereka melihatMu, tentulah ibadah mereka menjadi lebih kuat kepadaMu, lebih mengagungkan kepadaMu, lebih mensucikan kepadaMu’. Allah berkata,’Lalu, apakah yang mereka minta kepadaKu?’ Mereka menjawab, ’Mereka minta surga kepadaMu’.
Allah bertanya, ’Apakah mereka melihatnya?’ Mereka menjawab,’Tidak, demi Alah, Wahai Rabb, mereka tidak melihatnya’. Allah berkata,’Bagaimana seandainya mereka melihatnya?’ Mereka menjawab,’Seandainya mereka melihatnya, tentulah mereka menjadi lebih semangat dan lebih banyak meminta serta lebih besar keinginan’.”
Allah berkata: “Lalu, dari apakah mereka minta perlindungan kepadaKu?” Mereka menjawab,”Mereka minta perlindungan dari neraka kepadaMu.” Allah bertanya,”Apakah mereka melihatnya?” Mereka menjawab,”Tidak, demi Allah, wahai Rabb. Mereka tidak melihatnya.” Allah berkata, ”Bagaimana seandainya mereka melihatnya?” Mereka menjawab,”Seandainya mereka melihatnya, tentulah mereka menjadi lebih menjauhi dan lebih besar rasa takut (terhadap neraka).” Allah berkata, ”Aku mempersaksikan kamu, bahwa Aku telah mengampuni mereka.” Seorang malaikat diantara para malaikat berkata,”Di antara mereka ada Si Fulan. Dia tidak termasuk mereka (yakni tidak ikut berdzikir, Pent). Sesungguhnya dia datang hanyalah karena satu keperluan.” Allah berkata,”Mereka adalah orang-orang yang duduk. Teman duduk mereka tidak akan celaka (dengan sebab mereka).”

درجة الحديث: صحيح
 الراوي: أبو هريرة
 المحدث: مسلم في صحيح مسلم - 2689
📃