KALENDER HIJRIAH

Siapa Cemerlang Pada Permulaan, Cemerlang Pula Pada Kesudahan (Ibn 'Athaillah, Al-Hikam)

Selasa, 03 Oktober 2017

Tugas Resume_Bahtsul Masail_Elan JS



Tanggal Penyerahan Resume : 06 Oktober 2017
Nama                                      : Elan Jaelani Sidiq, S.Pd.I
Utusan                                     : MUI Kec. Tajur Halang
Kelompok                               : 3 (Tiga)
Mata Kuliah                            : Bahtsul Masail Fiqhiyyah
Dosen                                      : Drs. KH. Aim Zaimudin, M.A
Jenis Tugas                             : Resume
Tanggal Materi                       : 30 September 2017

Bahtsul Masail

1.   Pengertian Bahtsul Masa’il

Bahtsul masa’il adalah upaya yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kompetensi dalam membahas hukum dari satu atau beberapa masalah dengan mengambil dalil dari Al-Qur’an, Al-Sunnah, Ijma’, Qiyas serta dalil-dalil lain yang disepakati dapat dijadikan sebagai hujjah.Dalam pengertian ini maka bahtsul masa’il adalah bentuk ijtihad terhadap satu atau beberapa persoalan yang memerlukan pijakan hukum yang dilakukan secara kolektif (jama’i).
Istiah bahtsul masa’il, walaupun lebih familier dikalangan Nahdlatul Ulama (NU), dimana dalam setiap muktamar, bahtsul masa’il menjadi agenda utama selain pemilihan pimpinan organisasi, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh berbagai lembaga dan ormas Islam di Indonesia. Misal MUI dengan Komisi Fatwa dan Muhammadiyah dengan Majlis Tarjih. Hanya saja, dilingkup Nahdlatul Ulama, bahtsul masa’il dalam menetapkan hukum suatu persoalan tidak harus mengambil dalil secara langsung dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah.


1.       Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam bahtsul masa’il

a.      Hukum yang ditetapkan harus selaras dengan maqashid al-syari’ah yang bermuara pada al-maslahah al-‘ammah.

b.     Agar produk hukum selaras dengan apa yang dikehendaki oleh Syari’, atau paling tidak mendekatinya, maka siapapun  yang akan melakukan istinbath harus memahami maqashid al-syari’ah. Al-Qur’an dan  al-Sunnah  tidak mengatur secara detail seluruh persoalan “mu’amalat” yang meliputi banyak aspek kehidupan, diantaranya  masalah sosial, ekonomi, kebudayaan, politik berikut hukum-hukumnya, melainkan menetapkan dasar-dasar (mabadi) yang bersifat normatife mencakup moral dan etis.


c.      Setiap ‘mustanbith’, hendaknya menempatkan diri dalam posisi berusaha menetapkan hukum selaras dengan Al-Qur’an dan al-Sunnah. Tetapi tidak boleh mengklaim bahwa pendapatnyalah yang paling sesuai dengan Al-Qur’an dan al-Sunnah.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar