KALENDER HIJRIAH

Siapa Cemerlang Pada Permulaan, Cemerlang Pula Pada Kesudahan (Ibn 'Athaillah, Al-Hikam)

Jumat, 28 Juli 2017

Resume Refleksi 2_Ahmad Jumadi

Tgl penyerahan resume  : 29 Juli 2017
Nama                                : Ahmad Jumadi
Utusan                              : PP. Al-Musthafawiyah
Mata kuliah                      : -
Dosen                                : -
Jenis tugas                        : Refleksi
Tgl materi                         : -
__________________________________________________________________________

Mengikis Konflik Internal
Dengan
Menambah Wawasan
Dunia ini tak pernah sepi dari konflik, seakan-akan di setiap penjuru dunia konflik sangat kerap kali terjadi. Entah itu konflik lintas negara, maupun konflik internal negara. Entah itu konflik antar agama, maupun konflik internal agama. Diantara konflik yang dalam pandangan penulis sangat disayangkan adalah konflik internal antar sesama umat islam, khususnya umat islam yang ada ditanah tercinta indonesia. Hanya karena beda pandangan, tak sedikit satu kelompok dengan kelompok lainnya saling menyalahkan, saling mencaci, bahkan lebih parah lagi sampai berani saling menyesatkan, sungguh sangat ironis sekali. Kelompok yang suka maulid dan kelompok yang tidak suka maulid saling menyalahkan, kelompok yang melakukan qunut dan kelompok yang tidak melakukan qunut saling menghujat, kelompok aspek dan kelompok dospek laksana langit dan bumi, tak pernah bertemu. Kurang lebih seperti itulah potret konflik internal yang sekarang ini sedang menjamur ditengah-tengah masyarakat.
Ketika membaca fenomena yang terjadi, penulis merasa tergelitik untuk sedikit membahas tentang klasifikasi masalah-masalah agama. Ada masalah agama yang sama sekali tidak ada ruang untuk berbeda pendapat, sehingga dalam ranah ini boleh mengatakan salah terhadap orang atau kelompok yang tidak sependapat. Ada pula masalah agama yang diberikan ruang untuk berbeda pendapat, sehingga dalam ranah ini tidak boleh saling menyalahkan apalagi saling menyesatkan, akan tetapi yang ditanamkan dan ditumbuhkan adalah sikap toleransi. Untuk lebih jelasnya tentang klasifikasi masalah-masalah agama adalah sebagai berikut:
1.      Masalah pokok-pokok agama (ushuluddin) yang telah tetap dengan dalil qoth'i (arah maknanya sudah pasti, tidak bisa diarahkan pada makna lain), seperti wujudnya Allah, keesaan-Nya, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dibangkitkan dari kubur setelah mati dan hal-hal yang serupa lainnya. Dalam kategori ini semua umat Islam harus sepakat, sama sekali tidak ada ruang untuk berbeda pendapat. Siapa yang sepakat maka dialah yang tepat, siapa yang tidak sepakat maka dialah yang kafir dan tersesat. (Lihat Faishol at-Tafriqoh bainal Islam waz Zindiqoh)
2.      Sebagain masalah ushuluddin yang tidak tetap dengan dalil qoth'i, seperti melihat Allah kelak di akhirat, status makhluknya al-Qur'an, akan keluarnya orang yang mentauhidkan dari neraka dan hal-hal yang serupa lainnya. Menurut satu pendapat orang yang menentang kategori ini dihukumi kufur. Diantara ulama yang mengutarakan pendapat ini adalah Imam Syafi'i. Diantara ashhab Syafi'i ada yang mengarahkan kata kufur disini kepada kufur hakiki (sebenarnya), ada juga yang mengarahkan pada kufur nikmat. (Lihat Irsyad al-Fuhul: 260, Kasyaf al-Khofa: 1/65, al-Mughni: 2/417)
3.      Masalah furu'iyyah (cabang) yang status hukumnya telah diketahui oleh seluruh orang (al-ma'lumah minaddin bidh- dhoruroh), seperti wajibnya shalat lima waktu, haramnya zina dan hal-hal yang serupa lainnya. Dalam kategori ini semua umat Islam mesti sepakat, tidak ada ruang untuk berbeda pendapat, siapapun yang menentang maka akan diberikan label kufur. (Lihat Irsyad al-Fuhul: 261, musthafa al-halabi)
4.      Masalah ijtihadiyyah, yakni masalah-masalah cabang yang ditunjukan oleh dalil yang bersifat dzonni (arah maknanya tidak pasti, sehingga bisa diarahkan pada makna yang lain). Karena dalilnya bersifat dzonni maka dalam kategori ini diberikan ruang untuk berbeda pendapat. Siapapun orangnya (yang sudah mampu berijtihad) dan pendapat apapun yang ia utarakan tetap dianggap sah, selagi pendapat tersebut ada landasan dan argumentasinya. Karena diberikan ruang untuk berbeda pendapat maka antar individu atau antar kelompok tidak boleh saling menyalahkan apalagi saling menyesatkan dan mengkufurkan manakala tidak sependapat, yang harus dikedepankan adalah sikap saling menghargai pendapat.
Jika kita pahami poin keempat ini, maka tidak selayaknya antar individu atau antar kelompok saling menyalahkan hanya karena beda pandangan dalam masalah ijtihadiyyah. Akan tetapi sayang seribu sayang, fakta berkata lain, justru fenomena yang terekam ditengah-tengah masyarakat adalah sifat fanatik, merasa dialah yang berada dalam istana kebenaran, sedangkan orang lain yang tidak sepandangan dengannya berada dalam jurang kesalahan. Dalam pandangan penulis menempatkan sifat fanatik dalam masalah ijtihadiyyah tak beda jauh laksana menempatkan peci pada lutut.
Jika kita renungkan, sifat fanatik yang terdapat dalam diri sebagian individu itu sebenarnya terlahir dari kurangnya wawasan keagamaan, semakin dangkal wawasan keagamaan seseorang maka semakin mendalam pula sifat fanatiknya, yang akan tumbuh berkembang adalah sifat mudah meyalahkan pandangan orang lain sekalipun pandangan tersebut benar. Analogi sederhananya seperti orang yang tahu bahwa 4 itu hanyalah hasil dari 2+2, apabila ada orang lain yang memandang bahwa 4 ini adalah hasil dari 10-6, seketika pandangan ini akan ia salahkan, begitu juga apabila ada orang lain yang memandang bahwa 4 ini adalah hasil dari 2x2, pandangan inipun akan serentak ia salahkan.
Konflik internal lambat laun akan terkikis pudar dengan cara wawasan yang ada lebih ditingkatkan. Semakin luas wawasan seseorang maka semakin luas pula sifat arif dan bijaknya. Teringat seuntai kata yang pernah diutarakan oleh bapak mentri agama indonesia Dr. H. Lukman Hakim Saifudin ketika pembukaan PKU XI, ia mengatakan bahwa sifat arif dan bijak itu hanya akan timbul dari orang 'alim, semakin 'alim seseorang maka ia akan semakin arif dan bijak dalam menanggapi setiap masalah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar